Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bertempat di kampus Universitas Islam Al Azhar Mataram, diadakan Kamis 15 Mei 2025. Peserta terdiri atas, mahasiswa, dosen, karyawan serta masyarakat umum. Dr Nanang Samodra, anggota MPR RI, selaku narasumber memaparkan secara utuh mengenai Proses Penyusunan Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah mengalami amandemen sebanyak empat kali dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2002. Proses ini merupakan respons atas tuntutan reformasi yang menuntut perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Amandemen dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui mekanisme yang diatur dalam konstitusi, dengan tujuan memperkuat prinsip demokrasi, pemisahan kekuasaan, dan penegakan hak asasi manusia. Paparan ini menguraikan tahapan proses amandemen, aktor yang terlibat, serta substansi perubahan yang dilakukan dalam setiap tahap amandemen. Undang-Undang Dasar 1945 kata Nanang Samodra sebagai konstitusi negara Indonesia telah menjadi landasan hukum tertinggi sejak kemerdekaan.
Namun, dalam pelaksanaannya, UUD 1945 dianggap memiliki kelemahan, seperti kekuasaan presiden yang terlalu besar dan minimnya jaminan terhadap hak asasi manusia. "Oleh karena itu, setelah reformasi tahun 1998, muncul tuntutan kuat untuk mengamandemen UUD 1945 agar lebih demokratis dan akuntabel," jelas mantan Sekda NTB itu.
Amandemen UUD 1945, diawali dengan desakan reformasi 1998, yang mengamati adanya kelemahan sistem sebelumnya. Yaitu, kekuasaan presiden yang terlalu besar, lemahnya lembaga perwakilan rakyat, dan tidak adanya pembatasan masa jabatan presiden. Desakan tersebut menimbulkan tuntutan demokratisasi, supremasi hukum, dan perlindungan HAM. Sedangkan Mekanisme Amandemen Menurut UUD 1945, bahwa Amandemen hanya dapat dilakukan oleh MPR yang mengusulkan perubahan dengan diajukan oleh 1/3 anggota MPR.
Sedangkan untuk persetujuannya lanjut Nanang Samodra, diperlukan persetujuan 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir. Amandemen tersebut tidak boleh mengubah Pembukaan dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 dilaksanajan dalam 4 Tahapan Amandemen (1999–2002): Amandemen Pertama (1999), mengatur tentang Pembatasan masa jabatan presiden, dan Jaminan atas hak asasi manusia. Amandemen Kedua (2000), berupa Penambahan pasal-pasal tentang pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan. Kemudian Pemisahan kewenangan antar lembaga negara.
Amandemen Ketiga (2001), mengatur tentang Pemilihan presiden secara langsung, dan Perubahan struktur MPR dan penguatan peran DPR. Amandemen Keempat (2002), mengatur tentang Penegasan sistem presidensial dan Penambahan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta Perubahan mekanisme pemilu dan keuangan negara.
Aktor dan Lembaga yang terlibat, dalam Amandemen UUD 1945, antara lain: Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Panitia Ad Hoc (PAH), fraksi-fraksi di MPR, serta para akademisi dan masyarakat sipil sebagai pihak eksternal. Amandemen tersebut menimbulkan dampak seperti: Sistem ketatanegaraan menjadi lebih demokratis.
Kemudian, pemilihan umum menjadi langsung dan terbuka. Termasuk terbentuknya lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi dan DPD. Lalu penguatan check and balances antar lembaga. Sebagai kesimpulan dapat disampaikan bahwa: Amandemen UUD 1945 merupakan tonggak penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Prosesnya dilakukan secara bertahap dengan melibatkan berbagai elemen negara dan masyarakat. Hasilnya adalah konstitusi yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel.
Meski demikian, implementasi amandemen masih memerlukan evaluasi berkelanjutan agar sesuai dengan semangat reformasi. Daftar pertanyaan yang muncul dalam kegiatan tersebut adalah: Mengapa harus menunggu adanya gerakan reformasi terlebih dahulu sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945?
Seperti diketahui bahwa dalam pemerintahan orde baru dirasakan kewenangan presiden terlalu besar. Apa alasan bahwa dalam amandemen UUD1945 ini tidak mengubah sistem pemerintahan dari sistem presidensial menjadi sistem parlementer?
Apakah Amandemen ini tidak dirasakan kebablasan, karena dengan adanya amandemen ini telah menimbulkan banyaknya kapitalis yang kekuasaan dan kewenangannya telah merugikan kehidupan atas hak masyarakat banyak. Dengan adanya amandemen UUD 1945, kewenangan MPR untuk menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara telah dihilangkan, sebagai akibatnya, visi misi Presiden, Pembantu Presiden, dan Kepala Daerah, tidak sejalan karena tidak memiliki panduan dari MPR.
Hal ini sering terlihat adanya benturan antar lembaga-lembaga pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah. Timbulnya ormas-ormas yang mengatasnamakan masyarakat, namun sebenarnya mereka adalah preman yang berlindung dibalik nama ormas, telah menjadikan keresahan tersendiri bagi masyarakat dalam berbagai tingkatan. Hal ini sangat merugikan bagi ormas-ormas yang mempunyai reputasi baik. Apa langkah untuk mengatasinya?
"Semua pertanyaan yang muncul kita diskusikan bersama, cari solusi dan jawabnnya," tutup politisi Partai Demokrat itu.
( sumber : lombokpost.jawapos.com )