URUN PENDAPAT MASALAH BPJS

Rabu, 19 Februari 2020 00:00

Oleh: HM. Muraz, SH., MH., Anggota FPD-Komisi II DPR RI/ Mantan Walikota Sukabumi, Jabar

 

Kesehatan merupakan salah satu pelayanan dasar yang harus dilaksanakan pemerintah. Bagi masyarakat—terutama kalangan tidak atau kurang mampu—pelayanan kesehatan masih menjadi masalah berat. Program BPJS merupakan solusi untuk mengatasi masalah ini. Program ini, cukup berhasil meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat baik bagi yang miskin maupun yang mampu dengan cara subsisdi silang. Warga yang tidak mampu pembayarannya ditanggung oleh pemerintah pusat dan oleh pemerintah daerah. 

Saat ini muncul persoalan lain. BPJS menanggung hutang kepada rumah sakit-rumah sakit pelaksana. Informasi terakhir menyebutkan, BPJS berhutang sekitar Rp 33 triliun. Tentu, ini jumlah yang tidak sedikit. Dalam hal ini, pihak BPJS meminta agar pemerintah yang harus membayar hutang tersebut.

Apakah semudah itu? Anggraan pemerintah jelas terbatas. Karena itulah muncul wacana untuk menaikan tarif BPJS ini kepada masyarakat, khususnya masyarakat mandiri yaitu untuk kelas 3 menjadi Rp 42.000, kelas 2 menjadi Rp 110.000 dan untuk kelas 1 sebesarRp 160.000. Mudah ditebak, wacana ini menimbulkan pro kontra. Karena bagi masyarakat tidak mampu, kenaikan ini tidak menjadi masalah karena bebannya ditanggung pemerintah. Tapi bagi masyarakat yang BPJSnya tidak dibayarkan  pemerintah, jelas menjadi masalah.  

Salah satu pangkal kerumitan yang dihadapi dalam masalah ini adalah klasifikasi masyarakat di lapangan. Masih banyak masyarakat yang dapat dikategorikan tidak miskin tetapi juga belum masuk dalam kriteria agak mampu. Mereka berada di garis perbatasan (border line) antara miskin dan agak mampu. Untuk makan sehari-hari sanggup, membayar uang sekolah mungkin masih bisa dipaksakan tapi ketika sakit, jatuh miskinlah dia. ASN golongan 1, 2 bahkan golongan 3 juga bisa tergolong dalam situasi ini. Kalau tidak ada BPJS mereka akan jatuh miskin juga. 

Sekarang kita bayangkan jika orang-orang seperti tadi harus membayar iuran BPJS Rp. 42.000 per orang. Anggaplah di rumahnya punya 3 anak, maka dia harus membayar Rp. 42.000 x 5 orang = Rp 210.00 per bulan. Jumlah uang tersebut bagi masyarakat di border line bisa digunakan untuk biaya hidup tiga atau empat hari. Rata-rata penghasilan golongan yang agak mampu sekitar Rp 3 juta – 4 juta per bulan. Kalau dia harus membayar Rp 550.000, saya yakin mereka akan lebih memilih tidak membayar. Demikian juga untuk yang kelas 1 akan diragukan untuk membayar 5 orang x Rp 160.000 = Rp 800.000 per bulan.

BPJS mempermasalahkan hutang ini dikarenakan beberapa hal, misalnya: 1) BPJS melaksanakan tugas pemerintah memberikan pelayanan kesehatan tanpa syarat dan untuk semua jenis penyakit, baik yang ringan, berat dan sangat berat, misalnya oprasi jantung, oprasi otak harus dilaksanakan oleh BPJS tanpa pembiayaan dari masyarakat. 2). Ketika tahu berobat tidak bayar, mereka yang tadinya enggan berobat ke rumah sakit, kemudian berobat meskipun misalnya hanya sakit (relatif) ringan. Dalam hal ini, tetap tidak elok ketika akhirnya masyarakat yang diberatkan untuk menanggung biaya. Lebih tidak baik lagi kalau kebijakan ini dicabut kembali. Karena itu kita harus segera mencari solusi.

 

Saran Solusi

Sejumlah pemikiran untuk mengatasi masalah ini sedang terus didiskusikan, terutama di DPR. Dalam hal ini, saya hendak merefleksikan pengalaman ketika memimpin Kota Sukabumi sebagai Walikota Periode 2013-2018. Saat itu, untuk mengatasi masalah pelayanan kesehatan kami melakukan sejumlah terobosan.

Sebagai gambaran, ketika saya menjadi Walikota Sukabumi, Pemkot membiayai iuran masyarakat tidak mampu/PBI kepada kurang lebih 28.000 orang X Rp 19.000 = Rp 532.000.000 per bulan atau Rp 6.384.000.000 per tahun. Kemudian di luar itu masih ada masyarakat border line yang jumlahnya hampir 150 ribu orang yang tidak sanggup bayar, jadi Pemkot harus menyediakan dana lagi 150 ribu orang x Rp19.000 = Rp 2.850.000.000 perbulan atau Rp 34.200.000.000 per tahun.

Pada tahun 2014  kami mencari terobosan membangun rumah sakit daerah tipe D yang kami beri nama RSUD Al- Mulk, berkapasitas 40 tempat tidur dan cukup representatif. Biaya pembangunan rumah sakit dan peralatan kurang lebih Rp 20 miliar. Pelayanan di RSUD Al- Mulk gratis untuk warga Kota Sukabumi cukupdengan membawa KTP  dan kartu keluarga bagi anak-anak yang belum memiliki KTP. Ternyata biayaoprasional untuk Pelayanan Kesehatan dasar kurang lebih  350.000 orang,hanya kurang lebih Rp. 7 miliar per tahun termasuk fixed cost. Data pembiayaan sebagai berikut:

 

RSUD Al- MULK

 

2018

2019

Keterangan

  1. A.    KTP /KK

Rp 4.700.000.000

Rp 5.650.000.000

a: WargaSukabumi

  1. B.    BPJS

Rp    850.000.000

Rp 2.750.000.000

b: Warga KotadanluarkotaSukabumi

  1. C.  TUNAI

RP 2.950.000.000

RP 1.100.000.000

c : WargaluarkotaSukabumi

Total   

Rp 8.500.000.000

Rp 9.500.000.000

*sumber RSUD Al- Mulk

 

 

DATA PASIEN RSUD AL MULK

IndikatorRawatInapRumahSakit

Realisasi

Nilai Normal

2017

2018

 

JumlahPasienRanap

3.285

2.098

HASIL CAPAIAN KINERJA 2017-2018

JumlahPasienRajal

13349

19914

 

JumlahPasienKeluarMati

28

40

 

< 48 Jam

15

29

 

> 48 Jam

13

11

 

Lama Rawat

10.785

10.456

 

BOR

85%

81%

60-85%

AvLOS (Hari)

3,2

3

6-9 hari

TOI (%)

1

1

1-3 hari

BTO (kali)

94

85

40-50 kali

NDR (‰)

2,18

7

<25/mil

GDR (‰)

6,82

31

<45/mil

15 Puskemasdan 13 PUSTU di Kota Sukabumi

 

TOTAL BIAYAOPERASIONAL

TAHUN 2018

TAHUN 2019

Keterangan

Rp 25.579.162.000

Rp 30.538.072.000

*sumberDinasKesehatan Kota Sukabumi

             

 

Tahun 2017 Inovasi RSUD Al- Mulk telah mendapat penghargaan dari Presiden Republik Indonesia. Pertama masuk top 99 Inovasi Pelayanan Publik, kemudian menjadi 5 Inovasi Pelayanan Publik Nasional. Saran solusi untuk BPJS dengan membagi tugas dan biaya oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dari data di atas, biaya Pelayanan Kesehatan Dasar di Kota Sukabumi adalah sebagai berikut : 1). RSUD Al- Mulk = Rp 7.000.000.000,-  : 350.000 orang  = Rp 20.000/ orang/ tahun; 2)  Puskesmas     = Rp 28.000.000.000,- : 350.000 orang = Rp 80.000/ orang per tahun. Total biaya Pelayanan kesehatan per orang per tahun  = Rp 100.000/orang per tahun.

Kalau seluruh kota dan kabupaten membangun RSUD tipe D dan menggratiskan Pelayanan Kesehatan Dasar = 250 juta orang (Asumsi Jumlah Penduduk Indonesia) X Rp 100.000 = Rp 25 triliun. Provinsi perbanyak kelas III di RSUD tipe C dan B untuk rujukan dengan biaya Rp 100.000 x 250 juta orang = Rp 25 triliun. Pemerintah pusat perbanyak kelas III di RSUD tipe B, A dan Rumah sakit khusus, biaya Rp 100.000 X 250 juta orang = Rp 25 triliun. Jadi dana yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan adalah sebesar Rp 75 triliun. Jika semua dibebankan kepada masyarakat, maka iuran hanya Rp 300.000/ orang  per tahun atau Rp 25.000/ orang per bulan. Bila pemerintah memberikan subsidi sebesar 50% maka masyarakat hanya membayar Rp 12.500/orang per bulan.

Penanganannya cukup dilaksanakan oleh Sumberdaya Manusia (SDM) yang ada di Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten sampai Puskesmas juga RSUP dan RSUD. Kantor BPJS dapat ditugaskan untuk menangani di luar kelas III dengan sistem yang berbeda.

Jika disimpulkan, JKN harus terus belanjut tapi tidak memberatkan masyarakat khususnya yang tidak mampu dan kurang mampu, tindakan promotif dan preventif kesehatan terus ditingkatkan. SDM pemerintah pusat dan daerah—provinsi dan kabupaten—harus dimanfaatkan untuk menangani JKN. Langkah konkret berikutanya adalah membangun Puskemas PONED menjadi RSUD tipe D yang representatif.

Saran ini mungkin sederhana, tapi kami sudah membuktikannya sebagai pemimpin daerah dan berjalan cukup baik. Masyarakat merasakan manfaatnya. Jika solusi dan hitungan sederhana ini perlu diuji, silakan para ahli ekonomi dan atau ahli kesehatan menghitung kembali seakurat mungkin. Terpenting, muara dari pemikiran ini, serta langkah-langkah untuk mewujudkannya adalah keberpihakan sepenuhnya pada rakyat.

 

 


Berita Lainnya

Nasional

Komisi V Soroti Pentingnya Penguatan Pengawasan Uji Berkala Kendaraan Bermotor

Nasional

Hinca Pandjaitan Kritik Kompolnas soal Penembakan di Belawan: Jangan Gegabah, Verifikasi Fakta Secara Mendalam

Nasional

Teguhkan Komitmen dalam Merawat Nilai Kebangsaan, Ir. H. Mulyadi Gelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Bukittinggi

Nasional

KPU Tak Punya Waktu Cek Ijazah Peserta Pemilu, Legislator Usul Sistem Ad Hoc

Nasional

Momen Andi Muzakkir Aqil Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Parepare

Nasional

DPR dorong DJP perluas basis pajak, soroti potensi ekonomi digital

Nasional

Pesan Anggota DPR RI Zulfikar Achmad: Jaga Nilai-Nilai Luhur dari 4 Pilar Kebangsaan

Nasional

Dampingi Menko AHY, Nurwayah Dukung Rumah Modular Ramah Lingkungan

Berita: Nasional - Komisi V Soroti Pentingnya Penguatan Pengawasan Uji Berkala Kendaraan Bermotor •  Nasional - Hinca Pandjaitan Kritik Kompolnas soal Penembakan di Belawan: Jangan Gegabah, Verifikasi Fakta Secara Mendalam •  Nasional - Teguhkan Komitmen dalam Merawat Nilai Kebangsaan, Ir. H. Mulyadi Gelar Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Bukittinggi •  Nasional - KPU Tak Punya Waktu Cek Ijazah Peserta Pemilu, Legislator Usul Sistem Ad Hoc •  Nasional - Momen Andi Muzakkir Aqil Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Parepare •  Nasional - DPR dorong DJP perluas basis pajak, soroti potensi ekonomi digital •  Nasional - Pesan Anggota DPR RI Zulfikar Achmad: Jaga Nilai-Nilai Luhur dari 4 Pilar Kebangsaan •  Nasional - Dampingi Menko AHY, Nurwayah Dukung Rumah Modular Ramah Lingkungan •