Anggota MPR RI Dr H Nanang Samodra melakukan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dengan topik Perkembangan Wawasan Nusantara, 23 April lalu. Peserta terdiri atas, perangkat desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, pegiat perempuan, dan masyarakat umum.
Kegiatan sosialisasi oleh Nanang Samodra ini bertempat di Masjid Jamik Al Wasilah Desa Rumbuk, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur (23/4). Selalu narasumber, Nanang Samodra memaparkan secara panjang lebar mengenai perkembangan Wawasan Nusantara sejak masa pra kemerdekaan hingga kini.
Wawasan Nusantara kata Nanang Samodra merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya sebagai satu kesatuan wilayah dan satu kesatuan bangsa. Konsep ini menjadi landasan utama dalam menjaga keutuhan NKRI serta dalam merumuskan kebijakan nasional yang berorientasi pada integrasi dan kedaulatan.
Seiring perkembangan zaman, lanjut Nanang Samodra, pemaknaan dan penerapan wawasan Nusantara juga mengalami perkembangan. Baik dalam dimensi geopolitik, ideologi, maupun sosial budaya. "Maka dari itu, penting untuk menelaah bagaimana konsep ini berkembang dan beradaptasi dalam konteks Indonesia masa kini," kata politisi Demokrat tersebut.
Wawasan Nusantara berasal dari kata “wawasan” yang berarti cara pandang, dan “Nusantara” yang merujuk pada wilayah kepulauan Indonesia. Secara konseptual, Wawasan Nusantara kata Nanang Samodra adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungan hidupnya yang mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Aspek Geografis: Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan keragaman budaya dan etnis.
Aspek Historis: Warisan kolonialisme dan perjuangan kemerdekaan yang mempersatukan beragam wilayah dalam satu kesatuan bangsa.
Aspek Yuridis: Termuat dalam ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN dan dalam pemikiran geopolitik Indonesia.
Turut dijelaskan terkait Perkembangan Wawasan Nusantara:
a. Masa Pra-Kemerdekaan.
Wawasan persatuan mulai tumbuh saat munculnya kesadaran kebangsaan di awal abad ke-20 (Sumpah Pemuda 1928).
Penolakan terhadap penjajahan memperkuat gagasan tentang satu bangsa dan satu tanah air.
Konsep Wawasan Nusantara belum diformalkan, tetapi semangatnya tercermin dalam upaya menjaga kedaulatan dan membangun keutuhan wilayah pasca-proklamasi.
c. Masa Orde Baru
Wawasan Nusantara dijadikan doktrin resmi dalam ketahanan nasional.
Digunakan untuk mendukung stabilitas nasional dan pembangunan yang terpusat.
Munculnya asas “Negara Kepulauan” diakui dalam UNCLOS 1982 dan UUD 1945 Amandemen.
d. Masa Reformasi – Kini
Wawasan Nusantara ditafsirkan lebih demokratis dan desentralistik.
Ditekankan pada penguatan identitas kebangsaan dalam keragaman (Bhinneka Tunggal Ika), serta respons terhadap tantangan global seperti disintegrasi, intoleransi, dan ancaman ideologi asing.
Implementasi, antara lain berupa Pendidikan kewarganegaraan dan bela negara di sekolah. Kebijakan pembangunan berbasis keadilan antarwilayah. Penguatan perbatasan negara dan diplomasi maritim. Penguatan identitas nasional melalui media dan budaya.
Sedangkan tantangan yang dihadapi adalah, disintegrasi akibat isu SARA dan politik identitas. Kesenjangan pembangunan pusat-daerah. Arus globalisasi dan informasi yang mengikis nilai-nilai lokal. "Juga ancaman kedaulatan maritim dan perbatasan negara," imbuh pria yang pernah menjabat Sekda NTB itu.
Sebagai kesimpulan, Wawasan Nusantara merupakan fondasi strategis dalam membangun integrasi nasional Indonesia sebagai negara kepulauan yang majemuk. Perkembangannya dipengaruhi oleh dinamika sejarah, sosial politik, serta tantangan global. Meski pun telah mengalami reformulasi dalam pelaksanaannya, esensi Wawasan Nusantara tetap relevan sebagai benteng ideologis dan geopolitik dalam menjaga keutuhan NKRI.
Berikut saran untuk ke depan, perlu terus dilakukan revitalisasi nilai-nilai Wawasan Nusantara melalui pendidikan, kebijakan publik, dan penguatan identitas nasional. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi dalam menjaga persatuan dan kedaulatan bangsa, terutama di tengah tantangan globalisasi dan disrupsi teknologi.
Dalam kegiatan tersebut kata Nanang Samodra, ada sejumlah pertanyaan:
Misalnya terkait maraknya sengketa perbatasan yang melanda kawasan Asia Tenggara dewasa ini, apa langkah-langkah yang perlu diambil oleh pemerintah Indonesia untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan maritimnya.
Kemudian apakah ada keterkaitan antara Sumpah Palapa, Sumpah Pemuda, dengan Wawasan Nusantara.
Berikutnya soal perjembangan politik identitas yang marak di Indonesia, dan munculnya isu SARA berpotensi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Strategi apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah untuk dapat meredamnya.