fraksidemokrat.org, Jakarta — ‘’Persetujuan antara pemerintah Indonesia dengan Ukraina di bidang pertahanan dilakukan tahun 2016. Persetujuan ini selanjutnya akan diratifikasi dan hari ini kita mendengar para pakar untuk memberikan masukan kepada kita.’’
Demikian disampaikan Teuku Riefky Harsya ketika memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para pakar dan akademisi untuk meminta pandangan dan masukan terkait pembahasan RUU tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah RI dan Pemerintah Ukraina tentang Kerja Sama dalam Bidang Pertahanan. Rapat digelar
di Ruang Komisi I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/02/2020). Hadi dalam rapat ini pakar hubungan Internasional dan Pertahanan Kusnanto Anggoro, Edy Prasetyono, dan Rodon Pedrason.
Riefky menyebutkan, ratifikasi mengenai perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Ukraina di bidang pertahanan merupakan upaya memperkuat dan modernisasi alat utama sistem persenjataan (Alutsista). Karenannya dia berharap ada ahli teknologi dari Ukraina ke Indonesia di masa mendatang.
‘’Kita tidak ingin selalu diposisikan sebagai pembeli produk-produk militer produksi negara lain, tetapi ada ruang transfer teknologi sehingga, nantinya Indonesia dapat memproduksi sendiri baik itu untuk pasar Asia, Asia Tenggara maupun untuk pasar Indonesia sendiri,’’ kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu.
Lebih lanjut, dengan kerja sama terkait bidang pertahanan RI-Ukraina dapat diselesaikan hingga tahap implementasi, tidak hanya selesai dalam tahap perjanjian saja.
‘’Utamanya terkait alih teknologi dan dalam hal pembiayaan harus menjadi prioritas sehingga berjalan dengan optimal,’’ katanya.
Sementara itu, akademisi Edy Prasetyono menyampaikan kecenderungan perang masa depan yang menggunakan teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan. “Karenanya, teknologi cyber, robotic, IT, bioscience, teknologi nano dan artificial intelligence ini yang akan menjadikan pengembangan industri pertahanan kita akan relevan ke depan,” ujarnya.
Menurut dia, industri pertahanan dalam negeri sudah seharusnya mempertimbangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) sebagai salah satu strategi pertahanan masa depan. “Kalau kita mengejar secara konvensional itu gak mungkin, jadi kemungkinan yang akan kita kembangkan adalah asymmetric technology. Jadi kalau negara lain itu kuat di pesawat tempur, ya kita buat teknologi untuk menetralisir mereka,” ujar Edy.
(mediafpd/ dpr.go.id)