fraksidemokat.org, Jakarta — Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyatakan keheranannya terkait lemahnya upaya untuk menindak para pembuka lahan secara liar dan mengganggu aktivitas pertambangan di Batam. Menurutnya, keseluruhan wilayah atas Pulau Batam termasuk daerah otoritas BP Batam, maka secara struktur ada pertentangan.
‘’Good governance-nya di mana? Seharusnya kalau ada Walikota Batam, ya kenapa harus ada BP Batam? Ganti saja dengan pengelola kawasan Industri Batam yang secara administratif di bawah Pemda Batam,’’ kata Herman dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI dengan BP Batam (26/2/2020).
Dikatakan herman, ia sudah mencermati masalah Batam sejak lama. ‘’Kegaduhannya juga sudah saya perhatikan sejak lama dan saya terlibat bersama Kejaksaan dalam proses penyegelan terhadap upaya pembukaan lahan yang dilakukan secara liar,’’ tukas Herman.
HM Rudi adalah wali kota ketujuh Kota Batam, dan sejak 2019 menjadi pejabat Kepala BP Batam pertama dari 10 kepala otorita Batam yang merangkap sekaligus (ex officio) sebagai kepala pemerintahan level kota. Dengan jabatan baru tersebut, Rudi menjadi 1 dari 514 kepala daerah di Indonesia dengan kewenangan khusus dan besar di bidang ekonomi, investasi, pajak dan fiskal serta regulasi, yang sebelumnya jadi kewenangan pusat.
Ketika pemilihan, kata Herman, masyarakat bukan hanya memilih Walikota tapi juga Kepala BP Batam. ‘’Jadi ada conflict of interest di sana. Jadi tolong menyusun Pulau Batam ke depan harus dengan baik, karena saat ini tidak lagi ada lagi dualism. Nanti kita tetapkan bagaimana bentuk pengelolaan yang tepat secara administratif dan operasionalnya,’’ tambah politisi senior Partai Demokrat itu.
Herman menyatakan, pernah melakukan exercise terkait rangkap jabatan Walkot dan BP Batam. Merujuk perundangan, ada pertentangan. Karena rangkap jabatan menyalahi aturan.
‘’Bagaimana kita memisahkan antara regulator dan operator. Jadi bagaimana pula konsepsi ke depan dalam membangun BP Batam, jangan ada rangkap jabatan di sana tapi tetap harus ada kontrol secara administratif dan teknis dari otoritas pengelola kawasan industri di Batam,’’ paparnya.
Di samping itu, Batam akan mengalami krisis air karena hanya ada satu danau. Perlu ada perhitungan secara matang tentang pengelolaan sumber daya air di daerah tersebut.
‘’Pikirkan dengan baik hal ini sampai jangka waktu yang panjang. Jangan sampai Batam melakukan impor air dari Singapura, karena hal ini jadi ancaman untuk negara. Menjadi tanda bahwa negara tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya,’’ katanya.
‘’Selanjutnya terkait pertumbuhan ekonomi. Dulu Batam menjadi destinasi wisata yang utama, tapi saat ini menjadi sepi karena anjloknya industri Batam. Pertumbuhan ini malah sempat di angka 2 persen, meski membaik tahun 2019 sebesar 4,72 persen. Batam sudah keluar dari apa yang sudah digariskan dari sejak berdirinya Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas. Saat ini konsumen tidak lagi tertarik ke sana. Maka, menurut saya coba buat diskusi yang mendalam dengan undangan dari pihak BP Batam untuk anggota Komisi VI agar diskusi menjadi lebih komprehensif. Karena kita harus mencari solusi strategis bagi kompleksitas masalah di Batam, terutama tentang conflict of interest yang terjadi antara pemerintah administratif di Batam dengan Pengelola Batam.
(mediafpd/Samti)